Senin, 29 November 2010

Fenomena Sapi LimPo dan SimPo

Sebagai perkenalan, Limpo dan Simpo adalah singkatan dari Simmental-PO dan Limousin-PO, keduanya merupakan sapi hasil kawin silang (crossbreeding) antara sapi PO dengan Simmental ataupun Limousin. Sapi-sapi ini belakangan sering kita temui karena sangat disukai peternak. Peternak lebih menyukai sapi jenis ini dibanding sapi lokal (sapi PO) karena berat lahir yang lebih besar, pertumbuhan lebih cepat, adaptasi baik pada lingkungan serta pakan yang sederhana, ukuran tubuh dewasa lebih besar dan penampilan yang eksotik. 

Alasan ini mengakibatkan nilai jual yang lebih tinggi, pendapatan peternak lebih besar, serta dapat menjadi kebanggaan peternak. Pada dasarnya sapi hasil persilangan ini (Simpo dan Limpo) diperuntukkan sebagai sapi final stock (sapi yang dipersiapkan untuk langsung dipotong). Namun, pemanfaatan sapi-sapi ini sebagai indukan menyebabkan beberapa fenomena yang disadari atau tidak, justru merugikan peternak. Selain juga menyebabkan adanya ancaman kepunahan bangsa sapi lokal.

Kinerja dan Anomali Reproduksi Sapi Betina Crossbreeding
Aplikasi IB menggunakan bibit Bos taurus (Simmental dan Limousin) pada indukan sapi jenis Simpo atau Limpo mengakibatkan penurunan kinerja reproduksi, antara lain semakin menurunnya angka konsepsi (conception rate = CR) dan semakin meningkatnya jumlah inseminasi per kebuntingan (services per conception = S/C) Pengamatan Putro (2008) pada kelompok sapi PO dan silangan akseptor IB di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan hal tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Kinerja reproduksi sapi PO dan silangan PO-Simmental akseptor IB
Kinerja Reproduksi PO F1 F2 F3 F4
Angka konsepsi (CR) 80% 68% 60% 39% 34%
Inseminasi per konsepsi (S/C) 1,20 1,90 2,30 3,40 3,50
Endometritis 8% 17% 22% 31% 28%
Repeat breeding (kawin berulang) 28% 38% 47% 62% 68%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa angka konsepsi atau kemungkinan terjadinya kebuntingan sapi Simpo jika dikawinkan dengan bibit Simmental semakin menurun dan lebih rendah dibanding sapi lokal (sapi PO). Begitu juga kemungkinan keberhasilan IB {Inseminasi per konsepsi (S/C)} pada Simpo keturunan keempat mencapai angka kemungkinan 1 kali keberhasilan setelah lebih dari 3 kali IB.

Pada peternakan sapi rakyat, pemeliharaan tradisional dan pakan yang kurang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya agaknya merupakan penyebab utama menurunnya kinerja reproduksi ini. Disamping itu, masalah pakan sangat mempengaruhi skor kondisi tubuh (SKT) yang umumnya lebih rendah dari optimum bagi proses reproduksi (3,0-3,5, dari skor 1,0-5,0). Rerata SKT sapi silangan yang relatif rendah ini sangat berpengaruh pada kinerja reproduksi. Penurunan kinerja reproduksi ini oleh Diwyanto (2002) diduga sebagai akibat adanya pengaruh interaksi lingkungan genetik, di samping kemungkinan telah banyak terjadi inbreeding akibat persilangan yang tidak terencana dan tidak tercatat. Dari pengamatan pedet-pedet hasil IB, perkawinan silang akan banyak memunculkan sifat-sifat gen resesif, antara lain berbentuk kematian pedet dalam kandungan, lahir mati (stillbirth), kasus-kasus teratologi seperti tidak mempunyai lubang anus. 

Pengamatan Putro (2008), semakin tinggi darah Bos taurus akan membuat sapi semakin rentan terhadap investasi cacing hati (fasciolasis) dan cacing porang (paramphistomiasis). Keadaan ini sangat mengurangi efisiensi pakan dan akibatnya jelas kondisi sapi yang terlalu kurus atau mempunyai SKT rendah (dibawah 2,0) serta berakibat dengan tumbulnya infertilitas metabolik. Anomali reproduksi sangat berkaitan erat dengan rendahnya SKT dan infertilitas metabolik, terutama berbentuk hipofungsi ovaria (ovarian quiscence), sista folikel (anovulatory follicle), ovulasi tertunda (delayed ovulation) dan korpus luteum persisten (persistency of corpus luteum) dan endometritis subklinis (subclinical endometritis).

Ovulasi Tertunda (delayed ovulasi) atau birahi panjang
Salah satu fenomena yang sering terjadi adalah ovulasi tertunda (delayed ovulasi). Ovulasi tertunda (delayed ovulation), merupakan akibat defisiensi LH lebih ringan lagi. Ciri-ciri sapi yang mengalami ovulasi tertunda biasanya memiliki waktu birahi yang lebih panjang. Normalnya sapi PO memilikiKondisi ini lebih sering dijumpai pada sapi silangan dengan Bos taurus, semakin meningkat dengan semakin tingginya angka F.

Penanganan Anomali Reproduksi Sapi Crossbreeding
Berdasarkan temuan mengenai status reproduksi sapi crossing sapi lokal X Bos taurus (Simmental dan Limousin) dengan segala permasalahannya saran untuk perbaikan efisiensi reproduksinya sebagai berikut:
1. Breeding policy untuk sapi potong perlu segera diimplementasikan, seperti ditetapkan dalam crossbreeding darah Bos taurus-nya jangan melebihi 75% (maksimum F2) setelah itu disilangkan balik (backcrossing), untuk meminimumkan kasus anomali reproduksi.
2. Pakan yang mencukupi kualitas dan kuantitasnya, untuk mempertahankan SKT optimum untuk reproduksi (3,0-3,5), di samping pemberian obat cacing berspektrum luas untuk mengatasi cacing hati (Fasciolasis) dan cacing porang (Paramphistomiasis), paling tidak 2 kali setahun merupakan kunci bagi penanggulangan reproduksi klinis sapi crossing sapi lokal x Bos taurus.
3. Manajemen peternakan yang keliru merupakan penyebab rendahnya efisiensi reproduksi pada sapi silangan, utamanya adalah defisiensi pakan, sistem perkandangan dan pengamatan birahi. Untuk itu perlu peningkatan manajemen peternakan, perbaikan pakan dan kesehatan hewan.
4. Penanganan infertilitas metabolik dan nutrisi, dengan perbaikan pakan dan perbaikan skor kondisi tubuh (Putro, 2009)

Inseminasi buatan memungkinkan program crossbreeding antara sapi betina lokal dan semen beku pejantan Bos taurus (Simmental dan Limousin). Keadaan ini menyebabkan jumlah sapi silangan F1, F2, F3 dan F4 semakin banyak dijumpai, serta semakin sulitnya ditemui sapi PO di pulau Jawa. Fakta menunjukkan bahwa terjadi penurunan kinerja reproduksi dan peningkatan anomali reproduksi pada sapi-sapi indukan tersebut. Kinerja reproduksi dan anomali reproduksi pada sapi indukan silangan dapat diperbaiki dengan peningkatan manajemen peternakan, perbaikan pakan dan kesehatan hewan.


Sumber:
Putro, Prabowo Purwono Putro. 2009. Dampak Crossbreeding Terhadap Reproduksi Induk Turunannya: Hasil Studi Klinis. Disampaikan pada Lokakarya Crossbreeding Sapi Potong di Indonesia: Aplikasi dan Implikasinya terhadap Perkembangan Ternak Sapi di Indonesia, Lustrum VIII, Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta 8 Agustus 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar