Senin, 29 November 2010

ALTERNATIF PAKAN TERNAK RUMINANSIA BERKUALITAS

Amoniasi Jerami

Amoniasi jerami adalah jerami kering yang diperam (difermentasikan) beberapa hari dengan bantuan urea, sehingga menjadi lebih awet (tahan lama) dan kualitas gizinya meningkat. Amoniasi jerami dikenal di masyarakat dengan istilah Tape Jerami (tape dami).
Amonia (NH3) adalah salah satu prekursor (bahan pembuat/penyusun) protein yang bisa dipergunakan pada ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau, domba). Hasil pembuatan amoniasi jerami ini adalah meningkatnya kandungan amonia (NH3) pada jerami, se-hingga diharapkan jerami kering meningkat kandungan gizinya dan lebih tahan lama. 

Keuntungan :
Pakan biasa nilai kecernaannya kurang dari 30 %. Setelah dibuat menjadi silase atau amoniasi, nilai kecernaannya naik menjadi lebih dari 50%.
Bahan-bahan yang diperlukan :
 Bahan Utama = Jerami Kering
Contoh : jerami padi, jerami kacang tanah (rendeng kering), jerami jagung (tebon ke-ring), jerami kolonjono, jerami rumput gajah, dll.
 Bahan Tambahan (aditif) = Urea
Contoh : Urea tabur (urea pril) atau urea padat yang ditumbuk.
 Alat-alat = tempat pemeraman, sabit/parang (alat pemotong), ember, timbangan, dll.
Tempat pemeraman dapat berupa = drum, lubang di dalam tanah, bak permanen, dll).

Cara Pembuatan Amoniasi :
  1. Siapkan semua bahan (jerami dan urea tabur) serta seluruh peralatan.
  2. Siapkan tempat pemeraman jerami.
  3. Jerami ditimbang (diperkirakan beratnya), lalu dicacah/dipotong-potong menjadi ber-ukuran 5-10 cm.
  4. Timbang urea tabur 3-4 % dari bahan utama, kemudian dilarutkan dalam air (perlu ember).
  5. Campuran urea melebihi 10% tidak dianjur-kan, bahkan dapat mengakibatkan sapi keracunan.
  6. Masukkan/letakkan cacahan jerami pada tempat pemeraman dengan ketebalan setiap lapisan antara 10-20 cm.
  7. Siram-siramkan/percikan larutan air-urea pada tumpukan jerami selapis demi selapis.
  8. Padatkan/mampatkan tumpukan jerami hingga udara di dalam tumpukan sesedikit mungkin. Pemampatan dapat dilakukan dengan cara menginjak-injak tumpukan jerami).
  9. Tutup serapat-rapatnya tempat penyimpanan. Jaga jangan sampai ada udara masuk ke dalam silo.
  10. Pemeraman berlangsung selama  21-30 hari.
  11. Jerami amoniasi di dalam tempat pemeraman dapat bertahan selama ½-1½ tahun.
  12. Pemberian jerami amoniasi dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit.
Ingat !?
Sebelum diberikan, jerami amoniasi perlu diangin-anginkan dulu selama semalam untuk menghilangkan bau pesing gas amonia.

Pembuatan Jerami Fermentasi
Alat yang diperlukan antara lain gelas ukur, timbangan.
Bahan-bahan yang diperlukan antara lain jerami padi, probiotik, air, urea.
Metode Pembuatan
Jerami Fermentasi
  1. Disediakan jerami padi sebanyak ± 100 kg
  2. Ditimbang probiotik dan urea dengan perbandingan 50:50, yaitu untuk ±100 kg jerami padi dibutuhkan probiotik dan urea sebanyak ½ kg : ½ kg, selanjutnya dicampur/homogen kan
  3. Kemudian siapkan tempat untuk pembuatan jerami fermentasi yang diusahakan tidak bersentuhan langsung dengan tanah (diberi alas)
  4. Selanjutnya jerami dimasukkan ke tempat pembuatan sedikit demi sedikit sambil disebarkan campuran antara urea dan probiotik hingga merata
  5. Jika kondisi jerami masih kering bisa dipercikkan air sehingga kadar airnya mencapai 40-45%.
  6. Ulangi no. 4 dan 5 sehingga terbentuk suatu lapisan, kemudian dipadatkan/di press dan kondisi fakultatif aerob
  7. Pemeraman dilakukan selama 21 hari, sebelum pemberian ke ternak sebaiknya diangin-anginkan dahulu untuk mengurangi efek dari urea yang berlebihan.

Oleh : Rendi Fathoni Hadi
(Mahasiswa Fakultas Peternakan UGM)
Kegiatan KKN PPM UGM th 2008

Fenomena Sapi LimPo dan SimPo

Sebagai perkenalan, Limpo dan Simpo adalah singkatan dari Simmental-PO dan Limousin-PO, keduanya merupakan sapi hasil kawin silang (crossbreeding) antara sapi PO dengan Simmental ataupun Limousin. Sapi-sapi ini belakangan sering kita temui karena sangat disukai peternak. Peternak lebih menyukai sapi jenis ini dibanding sapi lokal (sapi PO) karena berat lahir yang lebih besar, pertumbuhan lebih cepat, adaptasi baik pada lingkungan serta pakan yang sederhana, ukuran tubuh dewasa lebih besar dan penampilan yang eksotik. 

Alasan ini mengakibatkan nilai jual yang lebih tinggi, pendapatan peternak lebih besar, serta dapat menjadi kebanggaan peternak. Pada dasarnya sapi hasil persilangan ini (Simpo dan Limpo) diperuntukkan sebagai sapi final stock (sapi yang dipersiapkan untuk langsung dipotong). Namun, pemanfaatan sapi-sapi ini sebagai indukan menyebabkan beberapa fenomena yang disadari atau tidak, justru merugikan peternak. Selain juga menyebabkan adanya ancaman kepunahan bangsa sapi lokal.

Kinerja dan Anomali Reproduksi Sapi Betina Crossbreeding
Aplikasi IB menggunakan bibit Bos taurus (Simmental dan Limousin) pada indukan sapi jenis Simpo atau Limpo mengakibatkan penurunan kinerja reproduksi, antara lain semakin menurunnya angka konsepsi (conception rate = CR) dan semakin meningkatnya jumlah inseminasi per kebuntingan (services per conception = S/C) Pengamatan Putro (2008) pada kelompok sapi PO dan silangan akseptor IB di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan hal tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Kinerja reproduksi sapi PO dan silangan PO-Simmental akseptor IB
Kinerja Reproduksi PO F1 F2 F3 F4
Angka konsepsi (CR) 80% 68% 60% 39% 34%
Inseminasi per konsepsi (S/C) 1,20 1,90 2,30 3,40 3,50
Endometritis 8% 17% 22% 31% 28%
Repeat breeding (kawin berulang) 28% 38% 47% 62% 68%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa angka konsepsi atau kemungkinan terjadinya kebuntingan sapi Simpo jika dikawinkan dengan bibit Simmental semakin menurun dan lebih rendah dibanding sapi lokal (sapi PO). Begitu juga kemungkinan keberhasilan IB {Inseminasi per konsepsi (S/C)} pada Simpo keturunan keempat mencapai angka kemungkinan 1 kali keberhasilan setelah lebih dari 3 kali IB.

Pada peternakan sapi rakyat, pemeliharaan tradisional dan pakan yang kurang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya agaknya merupakan penyebab utama menurunnya kinerja reproduksi ini. Disamping itu, masalah pakan sangat mempengaruhi skor kondisi tubuh (SKT) yang umumnya lebih rendah dari optimum bagi proses reproduksi (3,0-3,5, dari skor 1,0-5,0). Rerata SKT sapi silangan yang relatif rendah ini sangat berpengaruh pada kinerja reproduksi. Penurunan kinerja reproduksi ini oleh Diwyanto (2002) diduga sebagai akibat adanya pengaruh interaksi lingkungan genetik, di samping kemungkinan telah banyak terjadi inbreeding akibat persilangan yang tidak terencana dan tidak tercatat. Dari pengamatan pedet-pedet hasil IB, perkawinan silang akan banyak memunculkan sifat-sifat gen resesif, antara lain berbentuk kematian pedet dalam kandungan, lahir mati (stillbirth), kasus-kasus teratologi seperti tidak mempunyai lubang anus. 

Pengamatan Putro (2008), semakin tinggi darah Bos taurus akan membuat sapi semakin rentan terhadap investasi cacing hati (fasciolasis) dan cacing porang (paramphistomiasis). Keadaan ini sangat mengurangi efisiensi pakan dan akibatnya jelas kondisi sapi yang terlalu kurus atau mempunyai SKT rendah (dibawah 2,0) serta berakibat dengan tumbulnya infertilitas metabolik. Anomali reproduksi sangat berkaitan erat dengan rendahnya SKT dan infertilitas metabolik, terutama berbentuk hipofungsi ovaria (ovarian quiscence), sista folikel (anovulatory follicle), ovulasi tertunda (delayed ovulation) dan korpus luteum persisten (persistency of corpus luteum) dan endometritis subklinis (subclinical endometritis).

Ovulasi Tertunda (delayed ovulasi) atau birahi panjang
Salah satu fenomena yang sering terjadi adalah ovulasi tertunda (delayed ovulasi). Ovulasi tertunda (delayed ovulation), merupakan akibat defisiensi LH lebih ringan lagi. Ciri-ciri sapi yang mengalami ovulasi tertunda biasanya memiliki waktu birahi yang lebih panjang. Normalnya sapi PO memilikiKondisi ini lebih sering dijumpai pada sapi silangan dengan Bos taurus, semakin meningkat dengan semakin tingginya angka F.

Penanganan Anomali Reproduksi Sapi Crossbreeding
Berdasarkan temuan mengenai status reproduksi sapi crossing sapi lokal X Bos taurus (Simmental dan Limousin) dengan segala permasalahannya saran untuk perbaikan efisiensi reproduksinya sebagai berikut:
1. Breeding policy untuk sapi potong perlu segera diimplementasikan, seperti ditetapkan dalam crossbreeding darah Bos taurus-nya jangan melebihi 75% (maksimum F2) setelah itu disilangkan balik (backcrossing), untuk meminimumkan kasus anomali reproduksi.
2. Pakan yang mencukupi kualitas dan kuantitasnya, untuk mempertahankan SKT optimum untuk reproduksi (3,0-3,5), di samping pemberian obat cacing berspektrum luas untuk mengatasi cacing hati (Fasciolasis) dan cacing porang (Paramphistomiasis), paling tidak 2 kali setahun merupakan kunci bagi penanggulangan reproduksi klinis sapi crossing sapi lokal x Bos taurus.
3. Manajemen peternakan yang keliru merupakan penyebab rendahnya efisiensi reproduksi pada sapi silangan, utamanya adalah defisiensi pakan, sistem perkandangan dan pengamatan birahi. Untuk itu perlu peningkatan manajemen peternakan, perbaikan pakan dan kesehatan hewan.
4. Penanganan infertilitas metabolik dan nutrisi, dengan perbaikan pakan dan perbaikan skor kondisi tubuh (Putro, 2009)

Inseminasi buatan memungkinkan program crossbreeding antara sapi betina lokal dan semen beku pejantan Bos taurus (Simmental dan Limousin). Keadaan ini menyebabkan jumlah sapi silangan F1, F2, F3 dan F4 semakin banyak dijumpai, serta semakin sulitnya ditemui sapi PO di pulau Jawa. Fakta menunjukkan bahwa terjadi penurunan kinerja reproduksi dan peningkatan anomali reproduksi pada sapi-sapi indukan tersebut. Kinerja reproduksi dan anomali reproduksi pada sapi indukan silangan dapat diperbaiki dengan peningkatan manajemen peternakan, perbaikan pakan dan kesehatan hewan.


Sumber:
Putro, Prabowo Purwono Putro. 2009. Dampak Crossbreeding Terhadap Reproduksi Induk Turunannya: Hasil Studi Klinis. Disampaikan pada Lokakarya Crossbreeding Sapi Potong di Indonesia: Aplikasi dan Implikasinya terhadap Perkembangan Ternak Sapi di Indonesia, Lustrum VIII, Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta 8 Agustus 2009.

Sarasehan Sahabat Peternak dengan Kelompok Ternak kulon Progo

LSM Sahabat Peternak (SP) bekerjasama dengan LPEMD (Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa) Kulonprogo mengadakan Sarasehan Kelompok Ternak Se- Kab Kulonprogo yang dihadiri oleh kelompok ternak perwakilan masing-masing kecamatan. Kegiatan ini bertajuk “Mencari Solusi Permasalahan Peternak Lokal Menghadapi Kebijakan Impor dalam Menuju PSDS 2014” yang bertempat di Gedung Kaca Kompleks Kantor Bupati.

Dalam kesempatan momentum tersebut hadir pembicara dari pemerintah dalam hal ini Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan
(Ir. Nursyamsu Hidayat) dan dari Dosen Fak Peternakan UGM (Yuni Erwanto, Ph.D) yang dimoderatori oleh Direktur LSM Sahabat Peternak Tasik Aji Prabowo, SKH.  Pak Nursyamsu menyampaikan beberapa kondisi peternakan Kulonprogo, yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, tetapi dengan adanya penurunan harga sapi yang sangat merosot menjadikan peternak kewalahan menghadapinya, karena dengan semakin menurunnya harga sapi, biaya produksi ternyata semakin meningkat. Selain itu minimnya pemahaman peternak akan kondisi ini, walaupun memang ini adalah permasalahan secara nasional dan dampaknya sangat dirasakan sekali oleh kalangan peternak local. Dalam pemaparannya ada beberapa solusi dari dinas yang ditawarkan kepada kelompok ternak, sehingga bisa mendongkrak kembali harga sapi dan kelompok bisa mengembangkan lagi komoditasnya lebih baik. Yakni dengan cara memakai sistem timbangan berat badan ketika menjual sapi di pasar hewan, tidak hanya perkiraan peternak ataupun pembeli sehingga bisa mendapatkan harga yang sesuai. Selain itu petenak diajak untuk mengembangkan komoditasnya dengan mencoba memakai pola integrated farming system, yakni memadukan potensi lain dalam sektor peternakan, misal dengan pengolahan kotoran sapi untuk tanaman dan hijauan pakan ternak, amoniasi jerami padi yang bisa tahan lama untuk pengganti hijauan, dan lain-lain yang lebih mengarah ke agribisnis. Selain itu pola kemitraan juga diharapkan untuk dicoba dimasing-masing kelompok, dan dapat membantu mengambangkan permodalannya. Pak nursyamsu mengatakan kerjasama dari berbagai pihak baik pemerintah dalam hal ini dinas, swasta, peternak dan LSM sangatlah dibutuhkan dalam upaya mengembangkan peternakan local, dan kembali ke potensi lokal wilayah.

 
Sedangkan pembicara kedua Pak Yuni Erwanto lebih menjelaskan dari sisi akademisi dan kondisi secara global di Indonesia, sehingga peternak bisa merasakan bahwa permasalahan yang dihadapi ini juga dihadapi oleh peternak diwilayah yang lain. Sungguh sangat ironis memang negeri yang sangat besar ini ternyata konsumsi daging per hari masih sangat rendah dibandingkan Negara lain seperti Malaysia.Ditambah dengan permasalahan merosotnya harga sapi ternyata tidak diimbangi dengan turunnya harga daging, dimana harga daging masih sangat tinggi sehingga semakin merugikan para peternak. Dari pemaparan beliau, menyarankan kepada peternak untuk pengelolaan managemen sapi secara professional dengan terus adanya pembinaan dari pemerintah.  
Dari pemaparan materi, peserta cukup antusias dalam menaggapi hal ini, seperti bagaimana kemudian memanajemen pakan yang kian hari kian susah, bantuan social yang bisa diakses, dsb. Sarasehan ini ditutup dengan presentasi dari SP tentang program selanjutnya, yakni akan adanya pendampingan dari LSM untuk pengembangan peternak local, managemen kesehatan dan pakan, serta berbagai penyuluhan sehingga dari LSM dan pemerintah sama-sama bersinergi untuk mengembangkan potensi local yang berdaya guna untuk kesejahteraan rakyat. 


oleh: Tasik Aji Prabowo,SKH
Direktur LSM Sahabat Peternak
Berawal dari kepedulian sejumlah orang pada kesejahteraan peternak Indonesia, maka lahirlah sebuah lembaga swadaya masyarakat independen yg bergerak dibidang peternakan, kesehatan hewan dan pemberdayaan masyarakat peternak bernama "SAHABAT PETERNAK"